Rabu, 25 Maret 2009

Menghilangkan Mitos “Kaya Mendadak” Melalui Internet

Fokus utama dari tulisan ini adalah mengantarkan Anda memahami bagaimana memasarkan bisnis online. Karena banyak dari pembaca yang berlatar belakang perniagaan maupun edukasi, yang mungkin sedang mempertimbangkan memulai berbisnis online atau hanya untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada bisnis di internet atau bahkan saat ini terlibat dengan sesuatu yang sangat tidak disukai, dan sedang mencari sesuatu yang baru. Ada baiknya tulisan ini dibaca sampai tuntas, siapa tahu dapat mendatangkan inspirasi bagi Anda.Terdapat dua pilihan ketika dihadapkan pada bagaimana mendatangkan sejumlah uang secara online, yang pertama adalah dengan menjual produk atau layanan orang lain atau dapat juga menjual produk atau layanan milik sendiri. Keduanya memang ada kelebihan dan kekurangannya. Mengesampingkan hal tersebut perlu adanya keputusan terlebih dahulu untuk memutuskan tipe spesifik dari produk atau layanan yang ingin dijual, dan kepada siapa akan dijual.
Dalam memutuskan hal ini haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati, karena akan dapat berarti membedakan antara kegagalan, kesuksesan kecil, dan keuntungan yang sangat besar. Oleh karena itu perlu renungan dan pemikiran yang mendalam sebelum menghabiskan uang percuma untuk investasi.
Terdapat banyak cara untuk mendatangkan uang dengan online, tetapi yang pertama harus ditetapkan adalah tujuan dari semua ini. Apakah yang akan dilakukan hanya untuk menghasilkan sejumlah uang saku tambahan selama waktu senggang, atau karir online yang dicari? Dalam istilah pengembangan strategi mendatangkan uang secara online kedua hal tersebut diatas sangatlah berbeda, jadi perlu diputuskan lebih dulu sebelum melangkah lebih jauh.
Untuk di catat, kita semua berkewajiban untuk menghilangkan pandangan atau mitos “kaya mendadak” melalui internet walaupun apa yang telah Anda dengar, kebanyakan dari mitos tersebut jarang terjadi. Teknisnya hal seperti itu tergantung atas definisi dari kata “kaya” dan “mendadak” yang kita pahami, dan sangat tergantung dari besarnya usaha yang dilakukan, tetapi mendatangkan pendapatan online secara terus menerus tidak akan pernah terjadi dalam sekejap. Tetapi, lebih merupakah hasil dari usaha yang berkelanjutan.
Jika Anda sangat tertarik dengan penghasilan ratusan ribu sampai jutaan rupiah sepanjang waktu senggang Anda, ada baiknya mempertimbangkan untuk bergabung dengan program reseller, atau mungkin bergabung dengan organisasi jaringan pemasaran. Mungkin saja karena Anda tidak ingin mengganti pekerjaan sekarang, atau tidak punya banyak waktu untuk berkonsentrasi pada bisnis online. Alasan-alasan tersebut sah-sah saja.
Di lain pihak, mungkin Anda ingin memberi pelajaran pada bos Anda sekarang bahwa pekerjaan online Anda lebih menyenangkan dan menghasilkan dibanding pekerjaan darinya. Memang ini diluar pertanyaan, tetapi dapat terjadi lebih cepat dari yang Anda bayangkan jika ada kesediaan untuk bekerja lebih keras.
Jadi habiskan beberapa saat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental tersebut pada diri sendiri. Apa sebenarnya yang ingin dicapai? Apakah ingin memperoleh pendapatan dengan cepat, atau ingin berada didalamnya untuk waktu yang lama dan besedia untuk bersabar? Berapa lama waktu perhari yang mungkin dapat diberikan pada bisnis ini? Berapa banyak uang dan waktu yang bersedia diinvestasikan pada bisnis ini? Semuanya ini harus dijawab dengan tepat dan hati-hati.

Bagaimana strategi investasi di tengah kondisi krisis terkini?

Investor Indonesia, layaknya investor Asia lainnya, ternyata masih
cukup konservatif. Mereka umumnya tak mau mengambil investasi yang
terlalu berisiko.

Apa saja pilihan investasi orang Indonesia? Menurut survei dari ING
Securities Indonesia, investor Indonesia selama triwulan III-2009
ternyata masih memilik investasi dalam bentuk uang tunai (95%) dan
emas (76%).

Sementara untuk periode triwulan IV-2008, hanya sedikit yang ingin
berinvestasi dalam saham lokal. Bagaimana sisanya?
* Sebanyak 37% investor Indonesia mengatakan berminat untuk
investasi pada uang tunai pada triwulan IV-2008
* 14% berminat untuk investasi sektor properti
* 29% berniat investasi emas
* 10% akan berinvestasi pada dana pensiun.


"Kami menganjurkan investor untuk tetap mempertahankan rencana
investasi jangka panjang mereka ditengah gelombang pasar yang kita
saksikan sekarang ini," kata Alan Harden, CEO ING Investment
Management Asia/Pasifik dalam siaran persnya, Rabu (15/10/2008).

Ia mengaku tetap optimistis dengan kondisi ekonomi dan keuangan Asia,
dan dalam jangka panjang pasar-pasar di Asia masih akan memiliki
kinerja yang lebih baik ketimbang AS ataupun Eropa.

Indeks Sentimen Investor

Sementara survei triwulanan ING menunjukkan, indeks sentimen investor
di Asia turun hingga 39% ke posisi 86 di triwulan III-2008,
dibandingkan posisi 141 di triwulan III-2008. Secara quarter to
quarter, indeks ini juga turun 21%.

Untuk investor Indonesia, indeks juga menunjukkan penurunan hingga
7,5% dalam 12 bulan terakhir. Padahal pada triwulan III-2008,
indeks sentimen investor Indonesia sempat naik 15% menjadi 123
pada triwulan III-2008.

Selain itu, mayoritas investor Indonesia juga masih khawatir
terhadap inflasi, meski cukup banyak yang berpendapat angkanya akan
turun pada triwulan IV-2008.

Data juga menunjukkan bahwa masalah kelangkaan likuiditas dan
perlambatan ekonomi AS mulai mempengaruhi sentimen investor.
* Sebanyak 54% keputusan investasi investor Indonesia mulai
terpengaruh oleh ketatnya likuiditas pada triwulan III.
* 51% keputusan investasi lumayan terpengaruh oleh situasi
ekonomi AS pada triwulan III.

"Sampai batasan tertentu, ekonomi domestik telah melindungi Indonesia
dari dampak langsung kondisi global dan ekonomi domestik tertopang
oleh kuatnya harga-harga komoditas sepanjang tahun ini," ujar Robert
Scholten, Presdir ING Securities Indonesia.

Namun menurutnya, semakin bergejolaknya situasi dai AS, Eropa serta
penurunan drastis di beberapa pasar Asia, menyebabkan sentimen
investor lokal mulai menurun. Hal itu terlihat dari bergejolaknya
pasar Indonesia 2 pekan belakangan ini sebagai reaksi pasar global.

"Memasuki triwulan terakhir 2008, kami melihat sentimen investor
Indonesia akan terus menurun, seperti negara-negara Asia lainnya,
investor Indonesia akan lebih memilik berinvestasi pada uang tunai,
simpanan dan emas meskipun adanya potensi peningkatan di pasar
saham," urai Scholten.

Layaknya BusinessWeek, Coba Tawarkan Produk Milik Pesaing

MAUKAH Anda menaruh produk pesaing di tempat Anda? Saya yakin Anda pasti bilang tidak mau. Tapi, hal seperti ini telah dilakukan oleh majalah BusinesWeek lewat layanan terbaru mereka, Business Exchange. Walaupun masih dalam versi beta, layanan ini sudah menarik banyak peminat. Layanan yang diluncurkan pada 8 september 2008 lalu ini pada dasarnya merupakan sebuah forum diskusi antara para user. Setiap user bisa menciptakan topik untuk kemudian didiskusikan dengan yang lain.
Topiknya sendiri sangat beragam, namun masih terkait dengan bisnis. Misalnya saja masalah resesi, tingginya harga minyak, Soal Pemilu Presiden Di Amerika, sampai soal Windows 7. Tidak setiap topik atau komentar bisa dimuat. Tim Editor dar business Week akan memeriksanya paling lambat dalam waktu 24 jam. Untuk melihat apakah topik atau komentar yang dikirimkan relevan.
Setiap topik, selain diisi oleh komentar atau masukan dari user, juga bisa diperkaya dengan berbagai berita,blog, atau referensi lainnya yang tambahkan sendiri oleh user. Nah, disinilah keunikan BusinessWeek Exchange. Referensi tambahan ini tidak dibatasi hanya dari situs BusinessWeek.com saja, namun bisa juga dari situs lainnya yang sebenarnya merupakan pesaingnya..
Pada topik windows 7 misalnya, ada links ke CNET, PC World, New York Time, dan lainnya. Padahal dalam bisnis media online,click rate merupakan salah satu ukuran yang dipakai untuk menarik minat mengiklan. Dengan menaruh links ke para pesaing di situsnya tadi, bisa dibilang, sederhananya, BusinessWeek menaruh produk pesaing di tokonya.
Lanta, kenapa BusinessWeek mau melakukan hal ini? Buat saya ini jelas menunjukkan komitmen BusinessWeek terhadap pelanggannya. Pelanggan BusinessWeek yang mayoritas kalangan profesional disediakan informasi dan Insight yang relevan luas, tida peduli dari mana asalnya. Dengan demikian para user tadi bisa membuat keputusan yang lebih baik dalam soal bisnis, investasi atau karer mereka.
Sealin itu, setiap user Business Exchange ini harus melakukan registrasi terlebih dahulu dan mengisi data diri. Data ini bisa di akses oleh user lainnya sehingga bisa menciptakan networking di antara user sendiri.
Bagi saya, Business Exchange ini sangat menarik, karena menggabungkan antara vertical media, used-generated content, dan social networks. Business Exchange ini pula kredibilitas layaknya vertikal media (koran, majalah) karena dikelolah oleh BusinessWeek. User-nya juga jelas identitasnya serta punya kredibilitas karena merupakan para pakar dan profesional di bidangnya masing-masing.
Lalu, isinya juga merupakan gabungan dari berita yang tulis oleh BusinessWeek dan tulisan para user-nya sendiri. Selain itu juga ada pengayaan dari berbagai situs lainnya tadi yang juga punya kredibilitas. Hal seperti ini pada akhirnya mampu menciptakan colective wisdom.
Di lanskap New Wave yang setiap detiknya bisa muncul ribuan informasi di internet, jelas model businessExchange ini akan sangat membantu. Pelanggan tidak disordori mentah-mentah informasi sepihak dari pihak perusahaan (baca: BusinessWeek), namun juga begitu saja menerima informasi dari sembarang orang. Karena itu, informasi yang ada di business Exchange ini merupakan informasi yang sangat berharga yang luas, dalam serta kredibilitas.
Dan, karena tiap user bisa melakukan koneksi dengan user lainnya, maka ini bisa menciptakan social networking alias membentuk komunitas . inilah contoh langkah komunitas yang cerdas dalam era new Wave Marketing.
BusinessWeek tidak melakukan langkah promosi besar-besarn, namun lebih memilih membangun dan memperkuat komunitasnya dengan menciptakan conversation di antara para user (pelanggan)-nya. Hal inilah yang merupakan perubahan dari bentuk komunikasi yang bersifat “informing,persuading, reminding” menuju ke “demostrating, involving, impowring”; seperti dikatakan Mich Matthews dari Microsoft yang dikutif Joseph Jaffer dalam bukunya Join the conversation.
Komunikasi yang dilakukan tidak bersifat satu arah dan seolah menganggap bahwa pelanggan akan menerima begitu saja apa-apa yang ditawarkan dan dikatakan. BusinessWeek berupaya melibatkan dan memberdayakan pelanggan dalam suatu komunitas sehingga diharapkan pada akhirnya pelanggan bisa merasakan manfaatnya sendiri.
Bisa lihat, conversation bukan sekedar word-of-month atau buzz marketing. Dalam conversation, pelanggan tidak harus bicara soal merek atau merekomendasikan sesuatu. Conversation dalam era New Wave Marketing merupakan kebutuhan bagi seseorang untukmenjadi manusia yang lebih berpengetahuan dan beradab (knowlegable and civilized). (Firmansya) Hemawang Kartajaya, Pakar Markplus Inc.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites